KONFLIK TERHADAP ANAK
Latar
Belakang
Keluarga yang ideal meliputi
orang tua yang mencintai anak – anak mereka secara merata, dan anak – anak juga
memiliki hubungan yang sehat dengan saudara mereka. Namun, dalam dunia
kontemporer seperti ini, kadang tidak seperti yang kita harapkan. Oleh karena
itu, ada juga persoalan sikap pilih kasih orang tua terlihat di mana – mana.
Namun sebelum menangani masalah ini dari perlakuan istimewa serta memberikan
solusi untuk menangani hal itu, sangat penting untuk memahami perbedaan antara
pilih kasih dan perlakuan yang berbeda. Meskipun mereka tampak sangat serupa,
mereka memiliki berbagai titik perbedaan dan perlu cara pandang untuk melihat
dengan benar. Sementara perlakuan istimewa atau pilih kasih adalah memberikan
perhatian berlebih ke salah satu anak-anak dan menawarkan perlakuan yang
positif dibanding orang lain dalam segala situasi, sedangkan perlakuan yang
berbeda adalah cara merawat anak dengan cara yang berbeda karena kebutuhan
fisik atau mental khusus.
Ketika kita melihat orang tua
yang pilih kasih ada beberapa parameter, seperti usia anak, urutan kelahiran,
kepribadian mereka, dan jenis kelamin yang menentukan perilaku orang tua
terhadap anak-anak mereka. Selain anak-anak, yang mengejutkan, bahkan hingga dewasa sampai batas tertentu masih merasakan pilih
kasih oleh orang tua mereka.
Alasan dalam hal ini bisa
karena adanya anak tiri, atau mungkin ada hubungannya dengan pendidikan dan isu
– isu yang berhubungan dengan prestasi atau karier.
ISI
A.
Alasan Orang Tua Pilih Kasih terhadap Anak
Apabila orang tua melakukan
pola asuh yang salah seperti pilih kasih tentunya ada alasannya, seperti
disebut di bawah ini:
1)
Faktor kesamaan
dengan orang tua
Contoh : karena ayah merupakan
anak tertua di keluarganya, maka ia pun lebih simpati pada anak sulungnya. Bisa
juga, anak memiliki kesamaan sifat dengan ibunya sehingga ibu lebih sayang
padanya, atau anak tak disukai ibunya
lantaran memiliki sifat seperti ayahnya yang dibenci oleh ibunya.
2)
Riwayat kehamilan
Contoh : Karena kehamilan
sangat diharapkan, maka setelah lahir anak menjadi kesayangan orang tua.
Sebaliknya, pada kehamilan yang tak diharapkan orang tua malah jadi sebal pada anak.
3)
Anak
"Istimewa"
Contoh : Antara lain, anak
sering sakit – sakitan atau memiliki penyakit tertentu. Orang tua khawatir dengan
kondisi kesehatan anaknya, sehingga mereka memberi lebih banyak waktu dan perhatian kepadanya. Rasa takut
kehilangan membuat anak itu jadi sangat berharga bagi orang tua. Sering kali
anak memiliki nilai tersendiri seperti pembawa keberuntungan, sehingga ia
diperlakukan lebih istimewa dibandingkan anak lainnya.
4)
Faktor budaya
Contoh : Adanya nilai – nilai
budaya yang mementingkan jenis kelamin tertentu sehingga orang tua lebih
menyayangi atau mengutamakan kebutuhan anaknya dari jenis kelamin tersebut dibanding
anak lainnya.
B.
Dampak Sikap Pilih Kasih
Dampak
pada anak yang ditimbulkan dari sikap pilih kasih orang tua adalah sebagai
berikut :
1)
Merasa diabaikan
orang tua.
Pada
usia 3 tahun karena perhatian dari orang
tua masih sangat kuat, anak sering kali memunculkan tingkah laku yang dapat menarik
perhatian orang tuanya seperti menangis, ngambek dan perilaku negatif lainnya.
Saat sedang berlangsung kondisi itu, biasanya orang tua akan menegur sehingga
anak merasa telah mendapatkan perhatian dari orang tuannya walaupun sifatnya
“terpaksa”. Dengan kondisi ini , anak akan terus berusaha memenuhi kebutuhannya
untuk mendapatkan perhatian orang tuanya.
2)
Kesal dan cemburu
pada si anak "emas".
Akan
timbul persaingan antar saudara artinya
hubungan yang seharusnya hangat, berubah dingin dan penuh ketegangan .
Masing – masing pihak berusaha mendapatkan perhatian dan kasih sayang
sepenuhnya dari orang tua hanya untuk dirinya saja.
3)
Melampiaska rasa
marahnya terhadap orang tua kepada si "anak emas".
Apalagi
jika anak yang dicemburui berada di bawah usianya, bukan tak mungkin ia akan melakukan tindak kekerasan kepada anak
“emas” itu. Tindakan dapat dilakukan secara verbal dan fisik. Jika si anak
sudah memiliki kemampuan verbal (dapat berbicara) atau jika kemampuan motorik
kasarnya untuk memukul, menyikut, menendang, dan tindakan agresif lainnya sudah
berkembang. Biasanya sekitar kurang lebih 2 tahun.
4)
Sulit bersosialisasi
dengan lingkungan sosial lainnya, seperti teman sebaya.
Terutama
terlihat pada usia 3 – 5 tahun. Hubungan yang tidak baik dengan orang tua yang
pilih kasih membuat anak merasa tidak nyaman saat berinteraksi dengan orang
lain. Ini terjadi karena anak masih mengharapkan pemenuhan kebutuhan afeksinya
(akan perhatian) dari orang tua, sementara di pihak lain anak harus berbagi
afeksi dengan orang lain.
5)
Meniru sikap orang
tua.
Orang
tua adalah model utama dalam perkembangan kepribadian anak. Sikap orang tua
yang secara tidak sadar menolak seorang
anak akan ditangkap dan dicontoh oleh anak yang lainnya (imitasi). Anak akan
belajar untuk bersikap yang sama seperti orang tuanya.
6)
Mengembangkan
konsep diri negatif.
Anak
memandang dirinya sebagai seseorang yang tidak berarti, sehingga ia menjadi
anak yang pasif, bahkan apatis. Ini sudah dapat dirasakan anak mulai usia kira
– kira 1,5 – 2 tahun, ketika ia sedang belajar mengembangkan otonomi. Jika
otonomi ini tidak diperoleh, maka hasilnya adalah rasa malu dan ragu yang
mengarah kepada rasa minder. Dan rasa minder ini akan semakin kuat di usia
sekolah.
C.
Yang Sebaiknya Dilakukan oleh Orang Tua
Orang tua sebaiknya
melakukan hal – hal seperti di bawah ini :
1)
Intropeksi diri.
Cari
tau apa yang menyebabkan anda sebagai orang tua sampai bersikap pilih kasih
terhadap anak. Tanamkan dalam diri bahwa tak ada anak yang ingin diperlakukan berbeda dengan
saudara kandungnya dalam hal kasih sayang.
2)
Sediakan waktu yang
sama untuk anak – anak.
Membagi
waktu secara merata untuk melakukan kegiatan bersama dengan anak – anak, sampai
akhirnya membagi waktu yang sama untuk setiap anak. Misal, sambil mengganti
baju anak bungsu, anda bisa memuji gambar yang sedang dikerjakan anak sulung.
Bukan dengan menunda pemberian pujian hanya karena harus mengganti baju anak bungsu.
3)
Kenali kebutuhan
anak sesuai tahap perkembangannya.
Dengan
peka terhadap apa yang akan terjadi pada masa anak menjalani tahap-tahap
perkembangannya, Anda dapat sedini mungkin menghindari sikap pilih kasih. Sebab,
Anda telah memiliki pemahaman yang baik akan dampak perlakuan orang tua
terhadap perkembangan kepribadian anak. Disamping itu, Anda juga harus peka
terhadap perilaku yang ditampilkan anak dan mampu menyikapinya sesuai kebutuhan
tahap perkembangannya.
4)
Menggunakan kata – kata
bijak
Hindari penggunaan kata – kata yang bersifat
mengutamakan ataupun mendahulukan kepentingan/kebutuhan salah satu anak. Anda
harus mampu menggunakan kata – kata bijak sehingga anda tidak punya pemikiran
bahwa orang tuanya pilih kasih.
5)
Perlakukan
masing-masing anak secara unik.
Orang tua harus sadar bahwa setiap anak itu
berbeda. Beri anak perhatian yang lebih dari yang lainnya, kalau memang itu
dibutuhkannya. Di sisi lain, beri pengertian pada anak yang lain mengapa
saudaranya harus diperlakukan lebih dari dirinya.
KESIMPULAN
Orang
tua harus memberikan kasih sayang mesti sama besar. Bentuk pengungkapannya
dapat saja berbeda. Usia dan kemampuan anak menjadi pembedanya. Ketika Lebaran
tiba dan asisten rumah tangga sudah mudik, kakak yang berusia 10 tahun boleh
mendapatkan pekerjaan yang lebih berat dibandingkan adiknya yang masih berusia
enam tahun. Perbedaan ini bukan karena ibu lebih sayang adik. Anak usia 10
tahun sudah mampu mengepel lantai atau menyetrika pakaian. “Adik mungkin hanya
kebagian menyapu lantai dan itu pun masih dibantu ibu karena memang dia belum
mahir,” kata psikolog keluarga Anna Surti Ariani memberi ilustrasi kasus.
Andaikan
atmosfer pilih kasih kental terasa di keluarga, pandanglah tiap anak sebagai individu.
Pikirkan kelebihan dan kelemahan mereka, lalu fokuslah pada kebaikan anak.
Selanjutnya, luangkan waktu yang seimbang untuk mereka. Lakukan bersama
aktivitas yang menyenangkan bagi tiap anak.
Hindari
memaksakan anak menjalani kegiatan yang tak membuatnya tersenyum lepas. Lalu,
saat mengomentari, menghukum, atau memuji, ulas perilakunya, bukan anaknya.
“Tak mudah memang, Anda perlu berlatih untuk menjalaninya,” komentar Naomi
Richards yang aktif menggelar workshop untuk meningkatkan kepercayaan diri anak
di London, Inggris.
Penelitian
yang pernah dipublikasikan di Journal of Marriage and Familyini mengungkap,
anak yang merasa sang bunda tak adil dalam membagi kasih sayangnya kelak akan
rentan terkena depresi di usia paruh baya.
No comments:
Post a Comment